Cagar Budaya
CANDI SELOGIYO
Laporan ini Disusun Untuk Menenuhi Tugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah: Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen pengampu: Muis Sad Iman, S.Ag., M.Ag.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAGELANG
TAHUN 2017
CANDI SELOGRIYO
Gambar 1.1 Candi Selogriyo nampak dari belakang
Candi Selogriyo adalah sebuah peninggalan purbakala di Kecamatan
Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini di perkirakan dibangun
pada abad ke-9 M. Pada masa kerajaan Majapahit.
A.
Lokasi dan
Aksesibilitas
Candi selogriyo berada di lereng timur
kumpulan tiga bukit, yakni bukit Condong, Giyanti, dan Malang, dengan
ketinggian 740 mpdl. Secara administratif candi ini berada di Dukuh Campurejo,
Desa Kembang Kuning, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang. Route yang
terdekat adalah jalur Megelang-Bandongan. Candi Selogriyo berada di arah barat dari pemukinan dusun
Campurejo.
Gambar 1.2 Jalan setapak
menuju candi.
Jalur menuju Candi Selogriyo memanglah
jauh, sekitar 1,5 Km dari tepi jalan raya. Jalannya pun cukup terjal, meskipun
ada jalur yang datar. Namun sulitnya jalur dengan ukuran sempit menuju candi
seolah terbayarkan oleh pemandangan di sekitar jalan menuju Candi Selogriyo.
Hamparan terasering sawa yang menghijau, dikelilingi bukit-bukit yang masih
asri, membuat perjalanan menuju candi terasa menyenangkan.
B.
Riwayat
Penelitian dan Pemugaran
Laporan peneliti Belanda Th, Van Erp
menyebutkan bahwa reruntuhan Candi Selogriyo telah ditemukan oleh Residen
Hartman pada tahun 1835. Usaha pemugaran baru dilakukan pada 1955-1957 oleh
Dinas Purbakala. Dalam pemugaran tersebut telah berhasail disusun kembali
bangunan candi mulai fondasi sampai dengan atap. Meski demikian atap belum diselesaikan
secara utuh mengingat batu-batu asli pada bagian tersebut belum ditemukan.
Lokasi candi ini berada di atas tanah yang
cukup labil yang breakibat terjadinya kelongsoran terus menerus. Ketka kondisi
semakin kritis dibuat talud penahan tanah pada tahun 1994, namun pada tanggal
31 Desember tahun 1998 Candi Selogriyo runtuh mencapai 80% meliputi atap, tubuh
dan fondasi. Yang tertinggal hanya sedikit bagian atap, dinding dan fondasi
sisi barat.
Pemugaran dengan peningkatan stabilitas
tanah telah dilakukan pada tahun 2000 sempai dengan 2005 oleh Suaka Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah (sekarang Balai Pelestarian dan Peninggalan
Purbakala Jawa Tengah) sehingga Candi Selogriyo dapat berdiri kembali ke tempat
semula.
Penelitian yang dilakukan selama pemugaran
berlangsung telah berhasil menemukan batu-batu asli pelengkap atap yang selama
ini belum ditemukan. Dengan demikian Candi Selogriyo menjadi utuh kembali.
Jalan menuju candi pun kini telah diperkeras oleh Dinas Pariwisata Kabupaten
Magelang pada tahun 2003 sepanjang kurang lebih 1 Km.
C.
Bentuk Bangunan
Candi Selogriyo
Candi Selogriyo mempunyai denh berukuran
5,20 x 5,20 m berbentuk bujur sangkar dan tinggi bangunan 5 m, serta arah hadap
candi ke arah timur.
Candi
ini termasuk candi yang sederhana karena tidak mwmiliki selasar yang dapat
dipakai seperti kebanyakan bangunan candi.
Pada dinding tubuh candi terdapat relung
tempat arca pada keempat sisinya, pintu bilik, dan bilik candi. Bentuk atap
candi Selogriyo sangat menarik karena puncaknya berbentuk seperti Amakala
(buah) Suatu ciri candi India utara.
D.
Agama dan
Mitologi
Berdasarkan arca-arca tokohnya (hampir
semua kepala arca telah hilang kecuali arca agastya), candi Selogriyo merupakan
candi dari agama Hindu, candi merupakan tempat pemujaan yang suci bebas dari
angkara murka.
Selain Siwa pada candi Hindu terdapat
dewa-dewa pendamping Siwa yang arca-arcanya ditempelkan pada keempat sisi
dinding candi. Hal ini sesuai dengan mitologi Hindu, candi adalah gambaran dari
gunung Mahameru, tempat bersemayam para dewa. Untuk menjaga keamanan gunung
tersebut Siwa telah menempatkan dewa-dewa pendampingnya pada empat gerbang,
utara, barat, selatan, dan timur, untuk mencegah serangan para perusuh yang
penuh keangkaramurkaan. Tokoh-tokoh dewa yang dimaksud adalah:
-
Durga
Mahesasuramardhini.
Arcanya menempati
dinding sisi utara, digambarkan bertangan delapan dan berdiri diatas kerbau.
Durga adalah jelmaan Parwati istri Siwa yang sedang sangat marah dan membunuh
Mahisasura raja asura (setan) berwujud kerbau yang telah menyerang dan
mengalahkan para dewa.
-
Ganesya
Arca Ganesya
terletak di relung dinding barat. Ganesya adalah anak Siwa yang berkepala
Gajah. Dan dalam mitologi dikisahkan pada saat Parwati hamil, dia terkejut
melihat gajah kendaraan dewa Indra. Sehingga ketika lahir ia berkepala gajah.
Setelah dewasa dia diutus Siwa untuk mengusir para asuradan raksasa yang
menyerbu sehinngga para dewa kuwalahan, Ganesya menghancurkan para perusuh itu.
Namun, Nilaludraka sang raja raksasa sempat melempar wajra saktinya dan
mengenai taring kiri dan patah. Dengan belalai menyambar-nyambar Ganesya marah
mengejar dan dengan kapaknya dipenggallah kepala sang raja raksasa. Kepala itu
diambil dan dipakai untuk mendinginkan belainya
-
Agastya
Agastya digambarkan
sebagai seorang tokoh berjenggot yang berada di relubg sebelah selatan. Menurut
mitologi Hindu Agastya adalah seorang brahmana yang diminta oleh para dewa
untuk menghentikan kemarahan gunung Windhya. Windhya membuat dirinya semakin
tinggi, sehingga menghalangi matahari. Agastya lalu datang kepada Windhya minta
agar Windhya mau merendahkan tubuhnya karena Agastya mau lewat ke arah selatan.
Gunung Windhya setuju, namun Agastya tidak pernah kembali sehingga Windhya juga
tidak pernah tinggi dan matahari dapat berotasi sesuai orbitnya
-
Nandiswara dan
Mahakala
Nandiswara dan
Mahakala merupakan penjelmaan dari raksasa yang diciptakan oleh Trismaya
(Brahma, Wisnu, Siwa). Mereka diciptakan untuk membunuh pendeta Dharmmaraja
yang diperkirakan akan menghancurkan dunia. Namun keduanya gagal karena
sesungguhnya pendeta tersebut adalah belahan jiwa Siwa sendiri. Akhirnya
pendeta Dharmmaraja dibunuh oleh siwa. Arca Nandiswara menempati relung sebelah
kanan pintu bilik dab arca Mahakala ditempatkan di sebelah kiri pintu bilik.
Dari kelima arca
tersebut, hanya arca Argastya yang memiliki bentuk reletif utuh, selebihnya
hanya arca tanda kepala. Berdasarkan cerita yang didapat dari penjaga candi,
arca tersebut memang sudah lama tak berkepala, mungkin sudah rusak sejak
pertama kali ditemukan. Kecuali arca Agastya yang sempat akan dicuri, tetapi
diketahui oleh penjaga.
E.
Candi Selogriyo
Sebagai Objek Wisata
Karena
memang candi ini sudah mendapat sentuhan dari pemerintah setempat untuk
dijadikan aset daerah, maka sesampai gapura terdapat loket tiket tempat
pengunjung menbayar retribusi. Selanjutnya pengunjung harus melanjutkan
perjalanan yang sedikit menanjak tetapi cukup aman dengan jalanan berupa paving
yang bisa dilalui dengan jalan kaki atau kendaraan roda dua menuju gapura di
bawah candi.
Di
gapura masuk di sediakan ruang parkir kendaraan roda dua. Setelah memasuki
gapura pengunjung harus berjalan kaki melewati jalan menanjak berupa anak
tangga karena letak candi berada diatas. Pemandangan di sekitar menuju candi
dibuat seperti taman yang menampakkan tanaman yang asri.
Sesampainya
di candi pengunjung mengisi buku tamu, dan disitulah kami bertemu dengan Bapak
Maryono dan Bapak Edi Mulyono yang bertugas sebagai penjaga candi tersebut.
Kami pun berbincang dengan Bapak Maryono sehingga memperoleh informasi seperti
yang telah dipaparkan diatas.
Gambar 1.3 Wawancara
dengan petugas
Setelah
puas dengan informasi yang diperolah mengenai bangunan candi, Bapak Maryono
menunjukkan kami sebuah petirtaan yang berada di sebelah selatan candi.
Jaraknya sekitar 50 m dari bangunan candi, dan jalan menuju kesana berupa
tangga turun berupa tanah yang cukup licin sehingga harus berjalan pelan dan
hati-hati.
Tekstur tanah di sekitar petirtan
sangat memungkinkan terjadinya longsor, setelah kami melihat-lihat tanah diatas
petirtaan nampak pernah mengalami kelongsoran, namun tidak mengurangi nilai sejarah
dan keasrian petirtaan tersebut.
Gambar
1.4 Petirtaan Candi Selogriyo
Air petirtaan ini jernih dan terasa segar,
juga bisa diminum langsung dan ada sedikit rasa manis jika jeli dalam
merasakannya. Bapak Maryono mengatakan petirtaan ini membuat awet muda. Namun kami
menyimpulkan bahwasannya keberadaan petirtaan ini menegaskan bahwa pada sebuah
bangunan suci terdapat rangkaian tempat untuk mensucikan diri terlebih dahulu.