SUMBER HUKUM YANG TIDAK DISEPAKATI
Makalah disusun untuk memenuhi Tugas Ulangan
Tengah Semester
Mata kuliah :
Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Subur, MSI
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAGELANG
2017
HUKUM ISLAM YANG TIDAK DISEPAKATI
A. Pendahuluan
Dalam hukum islam
terdapat 2 ketentuan sumber hukum atau
dalil yaitu sumber hukum yang disepakati dan sumber hukum yang tidak
disepakati. Bahwa sumber hukum yang disepakati ulama tersebut yaitu Al-Qur’an
dan Sunnah, Ijma, Qiyas, sedang sumber hukum yang tidak disepakati ada 7 yaitu
istihsan, istihsab, maslhahah mursalah, urf, saddudz, syar’u man qoblana, qaulu
shahabi[2]
Adapun dalam makalah ini akan
membahas sumber hukum yang tidak disepakati oleh mayoritas ulama’,sehingga
terjadi perbedaan (ikhtilaf) dalam penggunaanya.
B. Tujuan
1.
Memamahi tema
atau materi yang telah di tentukan
2.
Mempelajari
materi tersebut
PEMBAHASAN
1.
Syar’u
Man Qoblana
Bila al quran atau hadits shahih menerangkan suatu
hukum yang disyariatkan kepada umat sebelum islam, lalu al quran dan hadits itu
menetapkan bahwa hukum tersebut wajib pula kepad umat islam untuk
mengerjakannya. Tidak di ragukan lagi bahwa hukum tersebut adalah syariat yang
harus ditaati umat islam misal kewajiban berpuasa. Kewajiban ini telah diwajibkan epada umat
sebelum islam, kemudian setelah datang agama islam, syariat semacam itu
diwajibkan lagi bagi orang islam
Sebagaimana
tercantum dalam surat Al Baqarah;183
يايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب علي الذين
من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya : “:hai orang-orang
yang beriman diwajibkan atas kalian untuk puasa sebagaimana di wajibkan kepada
orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa”
Demikian
pula jika al quran dan hadits menerangkan suatu hukum yang disyariatkan kepada
umat terdahulu kemudian datang dalil nash yang membatalkannya, ualama sepakat
bahwa hukum itu bukanlah syariat kita karena ada yang membatalkannya, misalnya:
syariat bunuh diri bagi orang yang berbuat maksiat sebagai syarat pengampunan
dosanya pada zaman nabi musa.
Begitu
juga keharusan memotong kain yang terkena najis sebagai syarat mensucikan
pakaian atau kain yang terkena najis itu sendiri dizaman nabi musa
Kedua
kasus ini hukumnya telah di batalkan dengan firman allah dalam Q.S Hud;3
وانستغفروا ربكم
Artinya :
Dan hendaklah kamu meminta ampun pada tuhanmu dan bertaubat kepadanya.
Dari
pembahasan diatas dapat dipahami bahwa yang di maksud syar’u man qoblana adalah
syariat yang di bawa oleh para rasul sebelum nabi muhammad yang menjadi
petunjuk bagi kaumnya, seperti syariat nabi ibrahim, nabi musa, nabi isa dsb
Pada
prinsipnya syariat yang diperuntukkan allah bagi umat terdahulu mempunyai asas
yang sama dengan syariat yang dibawa muhammaad
Di antara
asas yang sama adalah yang berhubungan dengan konsepsi ketuhanan, tentang
akhirat, janji, ancaman allah dsb. Sedangkan rinciannya ada yang sama dan ada
pula berbeda sesuai kondisi dan perkembangan zaman masing-masing
2.
Istihsan
Di lihat dari segi kebahasaan istihsan berarti
menganggap baik sesuatu hal[3]
Sedangkan menurut istilah ulama ushul fiqih istihsan adalah meninggalkan qiyas
yang nyata jalli untuk menjalankan qiyas yang tidak nyata atau khafi atau
berpindah dalam hukum khuli kepada hukum istisna’ atau pengecualian karena ada
dalil yang menurut logika memperbolehkannyatau dengan redaksi lain dapat kita
katakan bahwa istihsan adalah berpindah dari hukum yang telah ditetapkan pada
suatu kasus tertentuberdasarkan qiyas yang nyata, pada hukum lain untuk kasus
yang sama berdasarkan qiyas yang tidak nyata karena ada dalil syara’ yang
menjelaskan dalil tersebut untuk memudahkan kita memahami keterangan.[4]diatas
perlu kita bedakan antara qiyas dengan istihsan dalam penjelasan singkat
berikut.
Dalam qiyas terdapat 2 kasus, kasus pertama belum
ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang secara tegas dapat dijadikan
hukum. Untuk menetapkan hukumnya di cari kasus yang mempunyai kekuatan hukum
berdasarkan nash dan mempunyai perasamaan illat dengan kasus pertama. Adas
dasar kesamaan illat ini ditetapkan hukum kasus pertama sama dengan hukum kasus
kedua.
Menurut Wahbah Az Zuhaili terdiri dari dua definisi:
1) Memakai qias khafi dan
meninggalkan qias jalli karna ada petunjuk untuk itu disebut istihsan qiasi.
2) Hukum pengecualian dari kaidah
kaidah yang berlaku umum karna ad petunjuk untuk hal tersebut. Disebut istihsan
Istina
Dasar Istihsan terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadis rosullah SAW antara lain :
1) Dasarnya dalam Al Qur’an:
Dasar diperboleh kanya Istihsan menurut ulama’
Mazhab hanafi, Maliki, dan Mazhab Hanbali sebaigai berikut :
الَّذِينَ
يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ
هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُوْلَئِكَ هُمْ أُوْلُوا الْأَلْبَ
Artinya “Yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka
Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah
orang-orang yang mempunyai akal”. (QS.Az-Zumar: 18)
Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan
ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya
ialah ajaran-ajaran Al Quran Karena ia adalah yang paling baik.
2) Hadist
فَمَا رَأَى
الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا
فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ.
Artinya:“Apa yang dipandang kaum muslimin sebagai
sesuatu yang baik, maka ia di sisi Allah adalah baik dan apa-apa yang dipandang
sesuatu yang buruk, maka disisi Allah adalah buruk pula”
Hadits ini menunjukkan bahwa apa yang dipandang baik
oleh kaum muslimin dengan akal sehat
mereka, maka demikian juga
di sisi Allah. Ini menunjukkan kehujjahan Istihsan.
3.
Qaulu Shahabi
-
Makna Qaul
Secara bahasa, kata qaul (قول) adalah mashdar dari qaala-yaquulu qaulan
(قال - يقول - قولا) yang berarti
al-kalam yaitu ucapan dan perkataan. Dan bentuk jamaknya adalah aqwal (أقوال)[5].
Dan qaul kadang juga diartikan
dengan:
كُل لَفْظٍ نَطَقَ بِهِ اللِّسَانُ تَامًّا أَوْ نَاقِصًا
Semua
lafadz yang diucapkan oleh manusia, baik dalam bentuk sempurna atau tidak.
-
Makna
Shahabi
Sedangkan
kata sahahabi (صحابي) dalam bahasa Arab
sebagaimana disebutkan dalam Al-Mishbah Al-Munir, bermakna:
الرُّؤْيَةُ وَالْمُجَالَسَةُ
وَالْمُعَاشَرَةُ
Penglihatan, duduk bersama dan
bergaul
Dan
kata shahabat juga bisa diartikan sebagai shahabat, kawan atau teman.
Qaul
Shahabi atau sering disebut dengan mazhab shahabi, fatwa shahabi definisi singkatnya adalah fatwa sahabat
secara perorangan , rumusan sederhana ini mengandung tiga pilar[6]
a. Mengandung keterangan, penjelasan
tentang hukum syara’ yang dihasilkan melalui Ijtihad.
b. Yang menyampaikan fatwa itu ialah seorang sahabat nabi
c. Penggunaan kata perseorangan yang
merupakan perbedaan secara jelas
antara qaul shahabi dan ijma’
shahabi.
Kehujjahan
qaul shahabi:
a. Pendapat kalangan ulama’ yg
terdiri dari ulama’ kalam Asy’ariyah dan Muktazilah, Imam Syafii dalam suatu
qaulnya, Ahmad dalan satu riwayatnya dan al karakhi ulama’ dari mazhab
malikiyah, mereka berpendapat bahwa pendapat para sahabatyang berasal dari
ijtihadnya sendiri tidaklah menjadi hujjah bagi generasi sesudahnya. Alasannya
ialah yang pertama; firman Allah dalam
surah Annisa ayat 59;
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.
Yang kedua; Ijma’ sahabat tentang
kebolehan beda pendapat dikalangan sahabat, jika pendapat sahabt menjadi hujjah
tentu seorang sahabat wajib mengikuti yg lain dan ini adalah mustahil.
b. Pendapat ulama dari Malik Ibn
anas, ar razi, al barzai’ , al syafii dalam qaul qadim nya dan ahmad dalam satu
riwayat, mengatakan pendapat sahabat menjadi hujjah secara muthlaq dengan
alasan sebai berikut;
Firman Allah dalam surah al Imran ayat 110 :
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ
لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
c. Sabda Nabi
أصحابى كالنجوم بأي
اقدتديتم اهتديتم
“para sahabatku bagaikann
bintang-bintang, siapapun diantara mereka yang kalian ikuti, mka kalian akan
mendapat petunjuk.”
Artinya;
sahabatku adalah laksana bintang gemintang siapa pun yg kamu ikuti kamu akan
mendapat petunjuk.
Contoh
pendapat Sahabat yang dijadikan sebagai dasar hukum antara lain:
1) Pendapat Aisyah: Batas maksimal
waktu kehamilan seorang wanita adalah 2 tahun.
2) Pendapat Umar bin Khottob: Lelaki
yang menikahi wanita yang masih dalam kondisi ‘iddah maka ia harus dipisahkan
dan diharamkan menikahi kembali wanita tersebut selama-lamanya.
3) Pendapat Anas bin Malik: Batas
minimal waktu haidl seorang wanita adalah 3 hari.
KESIMPULAN
1. Syar’u man qoblana adalah syariat
yang di bawa oleh para rasul sebelum nabi muhammad yang menjadi petunjuk bagi kaumnya,
seperti syariat nabi ibrahim, nabi musa, nabi isa dsb
2. Istihsan adalah meninggalkan
qiyas yang nyata jalli untuk menjalankan qiyas yang tidak nyata atau khafi atau
berpindah dalam hukum khuli kepada hukum istisna’ atau pengecualian karena ada
dalil yang menurut logika memperbolehkanny atau dengan redaksi lain dapat kita
katakan bahwa istihsan adalah berpindah dari hukum yang telah ditetapkan pada
suatu kasus tertentuberdasarkan qiyas yang nyata, pada hukum lain untuk kasus
yang sama berdasarkan qiyas yang tidak nyata karena ada dalil syara’ yang
menjelaskan dalil tersebut untuk memudahkan kita memahami keterangan.
3. Qaulu shahabi memiliki bebearapa
arti
1) Mengandung keterangan, penjelasan tentang
hukum syara’ yang dihasilkan melalui Ijtihad
2) Yang menyampaikan fatwa itu ialah seorang sahabat nabi
3) Penggunaan kata perseorangan yang
merupakan perbedaan secara jelas
antara qaul shahabi dan ijma’
shahabi.
DAFTAR PUSTAKA
Koto, Alaiddin 2011.
Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Nazar Bakry,
Sidi. 2003. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada.
http://kasyonoyono.blogspot.co.id. Sumberhukum yang
tidak disepakati
Good 😪
BalasHapus