Jumat, 02 Februari 2018

Cagar Budaya CANDI SELOGIYO

Cagar Budaya
CANDI SELOGIYO
Laporan ini Disusun Untuk Menenuhi Tugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah: Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen pengampu: Muis Sad Iman, S.Ag., M.Ag.







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN 2017

CANDI SELOGRIYO
Gambar 1.1 Candi Selogriyo nampak dari belakang
Candi Selogriyo adalah sebuah peninggalan purbakala di Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini di perkirakan dibangun pada abad ke-9 M. Pada masa kerajaan Majapahit.
A.     Lokasi dan Aksesibilitas
      Candi selogriyo berada di lereng timur kumpulan tiga bukit, yakni bukit Condong, Giyanti, dan Malang, dengan ketinggian 740 mpdl. Secara administratif candi ini berada di Dukuh Campurejo, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang. Route yang terdekat adalah jalur Megelang-Bandongan. Candi Selogriyo  berada di arah barat dari pemukinan dusun Campurejo.
 
Gambar 1.2 Jalan setapak menuju candi.
      Jalur menuju Candi Selogriyo memanglah jauh, sekitar 1,5 Km dari tepi jalan raya. Jalannya pun cukup terjal, meskipun ada jalur yang datar. Namun sulitnya jalur dengan ukuran sempit menuju candi seolah terbayarkan oleh pemandangan di sekitar jalan menuju Candi Selogriyo. Hamparan terasering sawa yang menghijau, dikelilingi bukit-bukit yang masih asri, membuat perjalanan menuju candi terasa menyenangkan.

B.     Riwayat Penelitian dan Pemugaran
      Laporan peneliti Belanda Th, Van Erp menyebutkan bahwa reruntuhan Candi Selogriyo telah ditemukan oleh Residen Hartman pada tahun 1835. Usaha pemugaran baru dilakukan pada 1955-1957 oleh Dinas Purbakala. Dalam pemugaran tersebut telah berhasail disusun kembali bangunan candi mulai fondasi sampai dengan atap. Meski demikian atap belum diselesaikan secara utuh mengingat batu-batu asli pada bagian tersebut belum ditemukan.
      Lokasi candi ini berada di atas tanah yang cukup labil yang breakibat terjadinya kelongsoran terus menerus. Ketka kondisi semakin kritis dibuat talud penahan tanah pada tahun 1994, namun pada tanggal 31 Desember tahun 1998 Candi Selogriyo runtuh mencapai 80% meliputi atap, tubuh dan fondasi. Yang tertinggal hanya sedikit bagian atap, dinding dan fondasi sisi barat.
      Pemugaran dengan peningkatan stabilitas tanah telah dilakukan pada tahun 2000 sempai dengan 2005 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah (sekarang Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala Jawa Tengah) sehingga Candi Selogriyo dapat berdiri kembali ke tempat semula.  
      Penelitian yang dilakukan selama pemugaran berlangsung telah berhasil menemukan batu-batu asli pelengkap atap yang selama ini belum ditemukan. Dengan demikian Candi Selogriyo menjadi utuh kembali. Jalan menuju candi pun kini telah diperkeras oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang pada tahun 2003 sepanjang kurang lebih 1 Km.



C.     Bentuk Bangunan Candi Selogriyo
      Candi Selogriyo mempunyai denh berukuran 5,20 x 5,20 m berbentuk bujur sangkar dan tinggi bangunan 5 m, serta arah hadap candi ke arah timur.
Candi ini termasuk candi yang sederhana karena tidak mwmiliki selasar yang dapat dipakai seperti kebanyakan bangunan candi.
      Pada dinding tubuh candi terdapat relung tempat arca pada keempat sisinya, pintu bilik, dan bilik candi. Bentuk atap candi Selogriyo sangat menarik karena puncaknya berbentuk seperti Amakala (buah) Suatu ciri candi India utara.

D.     Agama dan Mitologi
      Berdasarkan arca-arca tokohnya (hampir semua kepala arca telah hilang kecuali arca agastya), candi Selogriyo merupakan candi dari agama Hindu, candi merupakan tempat pemujaan yang suci bebas dari angkara murka.
      Selain Siwa pada candi Hindu terdapat dewa-dewa pendamping Siwa yang arca-arcanya ditempelkan pada keempat sisi dinding candi. Hal ini sesuai dengan mitologi Hindu, candi adalah gambaran dari gunung Mahameru, tempat bersemayam para dewa. Untuk menjaga keamanan gunung tersebut Siwa telah menempatkan dewa-dewa pendampingnya pada empat gerbang, utara, barat, selatan, dan timur, untuk mencegah serangan para perusuh yang penuh keangkaramurkaan. Tokoh-tokoh dewa yang dimaksud adalah:
-         Durga Mahesasuramardhini.
            Arcanya menempati dinding sisi utara, digambarkan bertangan delapan dan berdiri diatas kerbau. Durga adalah jelmaan Parwati istri Siwa yang sedang sangat marah dan membunuh Mahisasura raja asura (setan) berwujud kerbau yang telah menyerang dan mengalahkan para dewa.
-         Ganesya
            Arca Ganesya terletak di relung dinding barat. Ganesya adalah anak Siwa yang berkepala Gajah. Dan dalam mitologi dikisahkan pada saat Parwati hamil, dia terkejut melihat gajah kendaraan dewa Indra. Sehingga ketika lahir ia berkepala gajah. Setelah dewasa dia diutus Siwa untuk mengusir para asuradan raksasa yang menyerbu sehinngga para dewa kuwalahan, Ganesya menghancurkan para perusuh itu. Namun, Nilaludraka sang raja raksasa sempat melempar wajra saktinya dan mengenai taring kiri dan patah. Dengan belalai menyambar-nyambar Ganesya marah mengejar dan dengan kapaknya dipenggallah kepala sang raja raksasa. Kepala itu diambil dan dipakai untuk mendinginkan belainya
-         Agastya
            Agastya digambarkan sebagai seorang tokoh berjenggot yang berada di relubg sebelah selatan. Menurut mitologi Hindu Agastya adalah seorang brahmana yang diminta oleh para dewa untuk menghentikan kemarahan gunung Windhya. Windhya membuat dirinya semakin tinggi, sehingga menghalangi matahari. Agastya lalu datang kepada Windhya minta agar Windhya mau merendahkan tubuhnya karena Agastya mau lewat ke arah selatan. Gunung Windhya setuju, namun Agastya tidak pernah kembali sehingga Windhya juga tidak pernah tinggi dan matahari dapat berotasi sesuai orbitnya
-         Nandiswara dan Mahakala
            Nandiswara dan Mahakala merupakan penjelmaan dari raksasa yang diciptakan oleh Trismaya (Brahma, Wisnu, Siwa). Mereka diciptakan untuk membunuh pendeta Dharmmaraja yang diperkirakan akan menghancurkan dunia. Namun keduanya gagal karena sesungguhnya pendeta tersebut adalah belahan jiwa Siwa sendiri. Akhirnya pendeta Dharmmaraja dibunuh oleh siwa. Arca Nandiswara menempati relung sebelah kanan pintu bilik dab arca Mahakala ditempatkan di sebelah kiri pintu bilik.
            Dari kelima arca tersebut, hanya arca Argastya yang memiliki bentuk reletif utuh, selebihnya hanya arca tanda kepala. Berdasarkan cerita yang didapat dari penjaga candi, arca tersebut memang sudah lama tak berkepala, mungkin sudah rusak sejak pertama kali ditemukan. Kecuali arca Agastya yang sempat akan dicuri, tetapi diketahui oleh penjaga.
E.      Candi Selogriyo Sebagai Objek Wisata
Karena memang candi ini sudah mendapat sentuhan dari pemerintah setempat untuk dijadikan aset daerah, maka sesampai gapura terdapat loket tiket tempat pengunjung menbayar retribusi. Selanjutnya pengunjung harus melanjutkan perjalanan yang sedikit menanjak tetapi cukup aman dengan jalanan berupa paving yang bisa dilalui dengan jalan kaki atau kendaraan roda dua menuju gapura di bawah candi.
Di gapura masuk di sediakan ruang parkir kendaraan roda dua. Setelah memasuki gapura pengunjung harus berjalan kaki melewati jalan menanjak berupa anak tangga karena letak candi berada diatas. Pemandangan di sekitar menuju candi dibuat seperti taman yang menampakkan tanaman yang asri.
Sesampainya di candi pengunjung mengisi buku tamu, dan disitulah kami bertemu dengan Bapak Maryono dan Bapak Edi Mulyono yang bertugas sebagai penjaga candi tersebut. Kami pun berbincang dengan Bapak Maryono sehingga memperoleh informasi seperti yang telah dipaparkan diatas.

Gambar 1.3 Wawancara dengan petugas

     Setelah puas dengan informasi yang diperolah mengenai bangunan candi, Bapak Maryono menunjukkan kami sebuah petirtaan yang berada di sebelah selatan candi. Jaraknya sekitar 50 m dari bangunan candi, dan jalan menuju kesana berupa tangga turun berupa tanah yang cukup licin sehingga harus berjalan pelan dan hati-hati.
Tekstur tanah di sekitar petirtan sangat memungkinkan terjadinya longsor, setelah kami melihat-lihat tanah diatas petirtaan nampak pernah mengalami kelongsoran, namun tidak mengurangi nilai sejarah dan keasrian petirtaan tersebut.
Gambar 1.4 Petirtaan Candi Selogriyo

    Air petirtaan ini jernih dan terasa segar, juga bisa diminum langsung dan ada sedikit rasa manis jika jeli dalam merasakannya. Bapak Maryono mengatakan petirtaan ini membuat awet muda. Namun kami menyimpulkan bahwasannya keberadaan petirtaan ini menegaskan bahwa pada sebuah bangunan suci terdapat rangkaian tempat untuk mensucikan diri terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Tentang, Aku, Kau dan Ilmu

بسم الله الرحمن الرحيم   Syarat-syarat mencari ilmu اَلاَ لاَتَنَالُ الْعِلْمَ اِلاَّ بِسِتَّةٍ # سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِب...

Popular