MODERNISASI PERADABAN ISLAM DI TURKI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu : Muis Sad Iman, M.Ag.
Dalam kaca mata Barat, hampir semua negara Muslim
seringkali dilihat sebagai negara modern yang belum berhasil. Deretan fakta
tentang kekurangan mereka misalnya dalam mengatur hubungan pemerintahan dengan
rakyat yang dipimpinnya dan manajemen dalam mengatur kekuasaannya. Sehingga
kediktatoran, nepotisme, korupsi, kolusi, dan rendahnya penerapan hak asasi
manusia menjadi catatan “pinggir” dari Dunia Barat untuk negara-negara Muslim. Singkat
kata, negara-negara Muslim bagi sebagian masyarakat Barat mempunyai reputasi
yang kurang baik dalam reputasi sejarahnya sebagai negara modern. Padahal Dunia
Barat sendiri dalam praktik kesehariannya bisa jadi tidak lebih baik, termasuk
negara-negara modern di Timur seperti Jepang, Korea dan sebagainya. Yang jelas
dalam praktiknya, penerapan sitem kenegaraan modern terutama dalam menerapkan
praktik demokrasi sangat tergantung pada siapa yang sedang berkuasa.
Kendati demikian, sampai saat ini masih tercatat sejumlah
negara Muslim yang masih tetap bertahan di jalur demokrasi, dalam upaya
menegakkan sebuah tatanan masyarakat yang beradab. Negara-negara tersebut - untuk
sekadar menyebut beberapa nama - adalah Mesir, Iran, Pakistan, Bangladesh dan
Turki. Dalam hal ini Turki berupaya dalam menerapkan praktik kemodernan. Bahkan
dalam perjalanan sejarahnya sebagai sebuah negara yang ingin disebut modern,
Turki pernah dan berusaha untuk secara total mengubah “wajahnya” menjadi sama
sekali seperti Barat. Dan yang demikian itu merupakan salah satu fenomena yang
sangat menonjol dalam sejarah modern, mengingat kurang lebih 99 % dari rakyat
Turki adalah Muslim.
1.
Bagaimana Turki
menjelang modernisasi ?
2.
Bagaimana Turki di
bawah Kemal Ataturk ?
3.
Bagaimana Turki
pasca Kemalis ?
Turki adalah bekas jantung tempat salah satukekhalifahan
terbesar Islam, yakni Turki Utsmani. Oleh karena itu, keterikatan bangsa Turki
terhadap Islam berlangsung sangat kuat sebab mereka adalah bangsa terkemuka di
Dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini merupakan suatu indikasi
tentang betapa pentingnya Islam dalam kehidupan nasional rakyat Turki. Secara
politis, setiap orang yang bertempat tinggal di Turki adalah orang Turki,
tetapi secara kebudayaan, orang Turki adalah hanya orang Muslim.
Bangsa Turki adalah orang-orang yang keras dan
bermartabat dengan suatu persepsi mengenai diri mereka sendiri sebagai
masyarakat terhormat dan unggul. Dengan demikian, Turki adalah sebuah identitas
kebangsaan yang membanggakan warganya. Contoh paling ekspresif mengenai hal ini
ditunjukkan oleh Ziya Gokalp (1876 – 1924) dalam salah satu pernyataannya yang
menyatakan , “I am a Turk, my religion and may race are noble”. Dalam
ungkapan yang jauh lebih fanatik dan angkuh, Mustafa Kemal menyatakan , “Saya
adalah Turki. Merongrong saya sama dengan menghancurkan Turki.”
Kelahiran Republik Turki yang diproklamasikan oleh
Mustafa Kemal pada 29 Oktober 1923 merupakan metamorfosis dari imperium
Utsmaniyah yang lain sama sekali. Keputusan Mustafa Kemal untuk membentuk Turki
sebagai sebuah negara sekular modern didasarkan kepada kekecewaannya yang amat
mendalam terhadap sistem kekhalifahan sebelumnya. Kedongkolan Mustafa Kemal
kepada sistem kekhalifahan ini mencapai puncaknya ketika pada 3 Maret 1924 ia
membubarkan institusi yang telah ada semenjak masa Sahabat Abu Bakar itu.
Dalam pandangan Mustafa Kemal, kekhalifahan Utsmaniyah
adalah struktur gila yang didasarkan atas sendi-sendi keagamaan yang rapuh. Menurut
Kemal sisa-sisa Dinasti Utsman harus lenyap. Pengaturan dan pengadilan agama
kuno harus segera digantikan dengan hukum perdata yang modern dan ilmiah. Oleh
karena itu, dalam pengamatan Mustafa Kemal, sekolah-sekolah agama juga mutlak
harus diserahkan kepada sekolah-sekolah
pemerintahan sekular. Singkat kata, dalam pandangan Kemal, negara dan
agama harus dipisahkan.
Pada awal-awal didirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal
berpendapat bahwa pemerintah nasional haruslah didasarkan kepada prinsip pokok populisme
(kerakyatan). Ini berarti, kedaulatan dan semua kekuatan administrasi harus
langsung diberikan kepada rakyat. Konsekuensi logis dari prinsip ini adalah
hapusnya sistem kekhalifahan.
Abdul Majid, sebagai khalifah terakhir waktu itu,
berusaha keras untuk mempertahankan sistem kekhalifahan ini. Usaha yang
dilakukan oleh Khalifah Abdul Majid - dalam batas-batas tertentu - menampakkan
hasil. Misalnya ditandai dengan tetap diberlakukannya sistem kekhalifahan,
meski hanya merupakan jabatan spiritual saja tanpa mempunyai kekuasaan politik.
Meski pada akhirnya, gong kematian sistem kekhalifahan ditabuh juga dengan
keluarnya undang-undang yang disetujui
Dewan Nasional Agung Turki pada 3 Maret 1924. Undang-undang itu berisi
penghapusan kekhalifahan, menurunkan khalifah dan mengasingkannya bersama-sama
keluarganya, menghapus kementerian syariah dan wakaf dan menyatukan sistem
pendidikan di bawah kementerian pendidikan.
Dalam pandangan Mustafa Kemal, Islam dan kekhalifahan
Utsmaniyah dianggap paling baik sebagai bagian sejarah yang mati dan terkubur,
yang terburuk sebagai penghalang kemajuan modern yang memalukan secara budaya.
Ataturk menggambarkan Kesultanan Utsmaniyah sebagai pezina dan pemabuk.
Orang-orang Islam Turki waktu itu, di mata Mustafa Kemal
Ataturk adalah yobaz, terbelakang dan fanatik. Pendek kata, masyarakat
Turki yang hampir seluruhnya Muslim itu, bagi Mustafa Kemal adalah masyarakat
yang terbelakang dalam segala sektor kehidupan.
Mayoritas rakyat Turki saat itu mendapat pendidikan di
madrasah-madrasah dengan sistem pengajaran yang kaku dan kolot. Mereka malas
dan sangat fanatik. Masyarakat Turki dalam pandangan Wakf Ikhlas adalah kukuh
mempertahankan sesuatu yang mereka sendiri tidak mengetahuinya. Oleh karena
itu, satu-satunya jalan untuk membangkitkan rakyat Turki adalah dengan
melakukan reformasi berupa modernisasi. Yakni suatu upaya untuk mengubah wajah
Turki secara total dengan menerapkan nilai-nilai modern yang progresif dan
meninggalkan segala hal yang dipandang kaku, kolot, tradisional dan berbau
Utsmaniyah. Hanya denga jalan itu, Turki akan menjadi bangsa yang kompak,
makmur, modern dan dihormati bangsa-bangsa yang lain. Mustafa Kemal merasa amat
yakin atas kemampuannya unyuk mengemban tugas itu.
Tujuan akhir yang diajukan Mustafa Kemal dengan reformasi
berupa westernisasi itu adalah membawa Turki berbaris bersama-sama dengan
peradaban Barat, bahkan akan berusaha mencuri satu langkah mendahului peradaban
Barat itu. Atau, dengan menggunakan ungkapan yang digunakan Mustafa Kemal,
“Kita (bangsa Turki) harus bergerak bersama zaman”.
Turki
memang nyaris tidak bisa dipisahkan dengan nama Mustafa Kemal. Ialah yang
memproklamasikan Turki sebagai sebuah negara modern. Mustafa Kemal adalah Bapak
Rakyat Turki, dan terkenal dengan julukan Ataturk. Ia juga penyelamat bangsanya
dari kehancuran total. Ia juga mendapat julukan Ghazi.
Mustafa
Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah diu Salanika. Ayahnya, Ali Reza, adalah
juru tulis rendahan yang sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan
cara meneggak racun. Sementara ibunya Zubaedah, adalah seorang wanita saleh.
Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu
memberontak terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia,
misalnya secara brutal menentang peraturan apa pun, dan tanpa malu-malu ia
memaki-maki gurunya. Mustafa kecil juga terkenal arogan dalam bergaul. Ia tidak
mau sembarang dalam memilih kawan. Di saat-saat seperti itu, salah seorang
gurunya – akibat jengkel yang tidak tertanggungkan – menampar Mustafa kecil. Mustafa
lari daan memutuskan untuk tidak masuk sekolah lagi.
Orang tuanya kemudian mengirim Mustafa ke sekolah
militer. Rupanya, di sini ia menemukan dirinya. Dengan cepat kariernya
melonjak. Guru-gurunya di sekolah militer memberi namanya Kemal, yang berarti
kesempurnaan. Berkat ketajaman otak dan kekuatan pribadinya, ia dengan cepat
mempunyai pengaruh politik yang kuat, sampai kemudian waktu membawanya menjadi
orang nomor satu di Turki.
Sebagai seorang jenius militer, ia memimpin bangsanya seperti
layaknya memimpin pasukan, mengeluarkan berbagai perintah untuk menciptakan
sebuah negara Barat modern. Impiannya adalah bagaimana Turki bisa menjelma
menjadi sebuah negara kuat, modern dan dihormati. Menurut Mustafa Kemal,
satu-satunya jalan untuk mewujudkan ideasi demikian adalah dengan jalan
melakukan sekularisasi, yang pada praktiknya adalah dengan melakukan
westernisasi (pembaratan). Bagi Mustafa Kemal, kemajuan Turki hanya bisa diraih
dengan penerimaan Barat secara total.
Berikut adalah jumlah upaya pembaruan yang dilakukan
Mustafa Kemal. Rangkaian kebijakan pembaruan Mustafa Kemal ini dikenal sebagai
Kemalisme, dengan prinsip-prinsip fundamental meliputi :
1.
Republikanisme;
2.
Nasionalisme;
3.
Populisme;
4.
Etatisme;
5.
Sekularisme;
6.
Revolusionarisme.
Dalam
lapangan agama dan kebudayaan, Mustafa Kemal membuat sejumlah kebijakan yang
sama sekali baru. Pada 28 Juni 1928, ia misalnya memperkenalkan bangku gereja
serta jam kamar ke dalam masjid, orang shalat dengan memakai sepatunya,
menggunakan bahasa Turki dalam shalat, dan untuk membuat shalat di masjid itu
indah, mudah untuk mendapat inspirasi serta memiliki nilai spiritual, maka
masjid perlu melatih para musikus dan alat-alat musik. Kebutuhan ini penting
bagi kaum modern dengan meletakkan alat musik Barat yang suci ke dalam masjid.
Di
samping itu, Mustafa Kemal juga membuat sejumlah kebijakan yang intinya adalah
berupaya meningkatkan masyarakat Turki kepada satu tingkat peradaban
kontemporer dan untuk memelihara karakter sekular Republik Turki. Di antara
kebijakan itu adalah :
1.
Undang-undang
tentang unfikasi dan sekularisasi pendidikan, tanggal 3 Maret 1924;
2.
Undang-undang
tentang kopiyah, tanggal 25 November 1925;
3.
Undang-undang
tentang pemberhentian petugas jamaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman,
tanggal 30 November 1925;
4.
Peraturan sipil
tentang perkawinan, tanggal 17 Februari 1926;
5.
Undang-undang
penggunaan huruf latin untuk abjad Turki dan penghapusan tulisan Arab, tanggal
1 November 1928; dan
6.
Undang-undang
tentang larangan menggunakan pakaian asli, tanggal 13 Desember 1934.
Dengan
melihat sejumlah kebijakan pembaruan tadi, dapatkah Mustafa Kemal dikategorikan
sebagai seorang anti Islam ? Menurut Komarudin Hidayat, pada dasarnya para
tokoh gerakan modernisasi dan
westernalisasi di Turki – khususnya Mustafa Kemal – bukanlah orang yang anti
Islam, melainkan mereka yang ingin mengadakan rasionalisasi agama agar agama
menjadi kekuatan penopang bagi kemajuan Turki. Misalnya, Mustafa Kemal
menyatakan bahwa penggunaan bahas Turki dalam ibadah-ibadah adalah agar mereka
tahu dan mengerti apa yang mereka lakukan.
Sungguhpun
demikian, sejumlah kebijakan yang diambil Mustafa Kemal – yang boleh dikatakan
sangat frontal dan radikal itu – telah mengundang sejumlah reaksi. Reaksi yang
paling keras ditunjukkan oleh kalangan Islam konservatif. Salah satunya adalah
dengan meletusnya pemberontakan Kurdi yang dipimpin oleh Syaikh Said yang
menentang tindakan-tindakan radikal yang dilakukan oleh rezim Kemal.
Akibat-akibat
agamis dari reformasi Kemalis selalu menjadi bahan perdebatan yang bahkan terus
berlangsung hingga saat ini. Reformasi-reformasi yang dilakukan rezim Kemalis
sudah barang tentu merugikan Islam. Jurang yang ada antara golongan sekularis
dengan golongan konservatif yang ada sebelum Republik Turki terbentuk makin lebar,
padahal sebagian besar dari rakyat Turki adalah golongan Muslim Konservatif.
Reformasi-reformasi
sekular sebenarnya memainkan peranan penting dalam kebangkitan Islam kembali di
Turki. Sistem pendidikan yang dipaksakan rezim Kemalis ternyata berperan besar
dalam melahirkan sejumlah intelektual dari golongan santri. Sekalipun tempat
terjadi pemberontakan Kurdi, tetapi pada umumnya kegiatan agama tidak begitu
terpengaruh oleh reformasi-reformasi sekular. Erwin Rosenthal menyatakan bahwa
betapapun Islam dieliminasi dari
kehidupan publik, tetapi hal itu tidak pernah bisa menggoyahkan akar Islam yang
sudah terpatri kukuh di dalam hati rakyat Turki.
Para
petani yang hidup di pedesaan yang merupakan lebih dari tiga perempat dari
seluruh penduduk Turki tetap merupakan orang-orang Muslim yang saleh. Pengaruh
Islam juga menonjol pada buruh dan pedagang-pedagang kecil. Tarekat, sufi,
sekalipun dilarang oleh pemerintah, tetap aktif di bawah tanah. Bahkan di
kalangan terpelajar di kota-kota besar, pengaruh sekularisasi besar-besaran
yang dilancarkan oleh rezim Kemal hanya menjadi kepercayaan resmi dari Partai
Republik Rakyat yang didirikan Mustafa Kemal Ataturk.
Secara politis, negara Turki mempunyai pandangan bahwa
mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban Barat. Sedangkan
secara loyalitas kultural, rakyat Turki terus mempertahankan identifikasi
mereka dengan Islam. Walaupun Turki dinyatakan sebagai negara sekular, Islam
tetap berakar kuat pada masyarakat Turki.
Sepeninggal Kemal Ataturk, Ismet Inano diangkat menjadi
Presiden. Sejak itu, kajian Islam mulai semarak kembali. Setelah Perang Dunia
II usai, pemerintah satu partai berakhir (ditandai dengan lahirnya Partai
Demokrat). Kegiatan keagamaan tampak di mana-mana. Akhirnya hal ini menjadi
pendapat umum masyarakat yang menghendaki agar pelajaran agama dimasukkan
kembali dalam kurikulum di sekolah.
Perkembangan ini membawa sikap toleran terhadap agama,
dan rakyat mulai menyuarakan pandangan-pandangan agama mereka secara lebih bebas.
Pada 1950, untuk pertama kalinya Partai Demokrat memperoleh kemenangan dalam
pemilu. Sejak itu pula, upaya-upaya untuk merehabilitasi keadaan dilakukan,
misalnya dengan mengembalikan adzan dengan memakai bahasa Arab, dan memperluas
direktorat agama. Jelasnya, kebijakan-kebijakan dari Partai Demokrat menjadi
pemicu bagi tumbuh suburnya kehidupan
keagamaan di kalangan di kalangan rakyat Turki.
Setelah kembali memenangkan pemilu, Partai Demokrat
rupanya terkena penyakit yang diderita oleh rezim sebelumnya – Partai Republik
Rakyat – yaitu otoriter dan tirani, sampai kemudian terjadi perebutan kekuasaan
oleh militer pada 27 Mei 1960. Pada 1967, pemerintah militer membentuk Dewan
Konstituante yang menyusun konstitusi baru. Pada Juli 1961, konstitusi baru tersebut
hanya terdiri dari prinsip-prinsip republikanisme, nasionalisme, sekularisme,
dan revolusionisme.
Dari hasil makalah yang berjudul Modernisasi Peradaban
Islam di Turki dapat disimpulkan bahwa salah satu pelajaran besar yang amat
berharga bagi Dunia Islam pada umumnya adalah bahwa Turki telah melakukan suatu
eksperimen sejarah, dengan secara terang-terangan menyatakan sebagai negara
sekular serta mengambil Barat sebagai model.
Republik Turki yang hampir seluruhnya Muslim itu,
senantiasa memadukan antara ke-Islaman dan ke-Turkian sebagai identitas diri
setiap orang Turki.
Secara sosiologis, apa yang dialami Turki – menempatkan
agama semata sebagai urusan pribadi an-sich – akan dilalui juga oleh
masyarakat Muslim lainnya ketika mereka hendak memasuki gerbang modernisasi.
Hal ini sebagai ratio logis dari tuntutan etis terjadinya depolitisasi
dan deideologisasi agama.
Satu hal yang bisa dilihat dari eksperimen sejarah yang
dilakukan Turki adalah bahwa konsep sekularisme Barat tidak akan pernah bisa
tumbuh ketika ditabur dalam masyarakat Muslim.
Thohir, Ajid. 2009. Perkembangan Peradaban Di Kawasan
Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, Dan Budaya Umat Islam. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada