FILSAFAT ILMU
(OBJEK ILMU, PENGELOMPOKAN ILMU, PENJELASAN ILMIAH, DAN SIKAP
ILMIAH)
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat
Ilmu
Dosen Pengampu: Dr. Suliswiyadi, M.Ag.
Disusun Oleh:
Nur Rochman 16.0401.0062
Jery Muhammd Firmanda 16.0401.0054
Ma’ruf Wachid Maulana 16.0401.0012
Nola Noor Indah 16.0401.0055
Ema Wijayanti 16.0401.0041
Siti Kholifatul Karimah 16.0401.0047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2017
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Filsafat ilmu ialah penyelidikan
tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan
kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan.
Karena, apabila para pemyelenggara berbagai ilmu melakukan penyelidikan
terhadap obyek-obyek serta masalah- masalah yang berjenis khusus dari
masing-masing ilmu itu sendiri, maka orang pun dapat melakukan penyelidikan
lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut, dengan mengalihkan
perhatian dari obyek-obyek yang sebenarnya dari penyelidikan ilmiah kepada
proses penyelidikannya sendiri, maka muncullah suatu matra baru. Segi-segi yang
menonjol serta latar belakang segenap kegiatan menjadi tampak. Berangkat dari
sini menjadi jelas pula saling hubungan antara objek-objek dengan
metode-metode, antara masalah-masalah yang hendak di pecahkan dengan tujuan
penyelidikan ilmiah, antara pendekatan secara ilmiah dengan pengolahan
bahan-bahan secara ilmiah. Dan memang filsafat ilmu merupakan suatu bentuk
pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan. Maka dari itu pembahasan
mengenai filsafat ilmu harus terus berlanjut.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
dan macam-macam objek ilmu?
2.
Bagaimana
pembagian dan pengelompokan objek ilmu?
3.
Bagaimana
penjelasan ilmu?
4.
Bagaimana sikap
ilmiah dalam filsafat ilmu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Objek Ilmu
Objek adalah wilayah garap suatu
ilmu. Objek pokok filsafat ilmu meliputi objek material dan objek formal. Objek
material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi)
pembicaraan meliputi manusia, dunia, dan akhirat. Sedangkan objek formal adalah
cara pendekatan yang dipakai atas objek material yang demikian khas sehingga
mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Objek formal
filsafat ilmu akan menelaah masalah konfirmasi dan logika. (Endraswara 2013) .
Perbedaan objek setiap ilmu itulah
yang membedakan ilmu satu dengan lainnya terutama objek formalnya. Misalnya
ilmu ekonomi dan sosiologi mempunyai objek material yang sama yaitu manusia,
namun objek formalnya jelas berbeda, ekonomi melihat manusia dalam kaitannya
dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan sosiologi dalam kaitannya
dengan hubungan antar manusia. (Suliswiyadi 2016)
B.
Pembagian dan
Pengelompokan Objek Ilmu
Pada zaman purba dan abad
pertengahan, pembagian ilmu dan pengetahuan berdasarkan “artis liberlis” atau kesenian yang terbuka, yang terbagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1.
Trivium yang
terdiri dari :
a.
Gramatika, bertujuan
agar manusia dapat berbahasa dengan baik.
b.
Dialektika, bertujuan
agar orang berfikir baik, formal dan logis.
c.
Retorika, bertujuan
agar orang bercakap dan berpidato dengan baik.
2.
Quadrivium yang
terdiri dari :
a.
Aritmetika,
ilmu hitung
b.
Geometrika,
ilmu ukur
c.
Musika, ilmu
musik
d.
Astronomis,
ilmu perbintangan
Menurut
pembagian klasik
a.
Natural
Sciences (kelompok ilmu alam)
b.
Social Sciences
(kelompok ilmu sosial)
Menurut
Prof. DR. C. A. Van Peurson
a.
Ilmu
pengetahuan kemanusiaan
b.
Ilmu
pengetahuan alam
c.
Ilmu
pengetahuan hayat
d.
Ilmu
pengetahuan logik dan deduktif
Menurut undang-undang pokok pendidikan
tentang perguruan tinggi di Indonesia nomor 22 tahun 1961
a.
Ilmu agama/
kerohanian
1)
Agama
2)
Jiwa
b.
Ilmu Kebudayaan
1)
Sastra
2)
Sejarah
3)
Pendidikan
4)
Filsafat
c.
Ilmu sosial
1)
Hukum
2)
Ekonomi
3)
Sosial-politik
4)
Ketatanegaraan
ketataniagaan
d.
Eksakta dan
teknik
1)
Hayat
2)
Kedokteran
3)
Farmasi
4)
Kedokteran
hewani
5)
Pertanian
6)
Pasti alam
7)
Teknik
8)
Geologi
9)
Oseanografi
Pembagian ilmu sebagaimana
dikemukakan di atas mesti dipandang sebagai kerangka dasar pemahaman, hal ini
tidak lain karena pengetahuan manusia terus berkembang sehingga memungkinkan
tumbuhnya ilmu-ilmu baru, sehingga pengelompokan ilmu pun akan terus bertambah
seiring dengan perkembangan tersebut, yang jelas bila dilihat dari objek materialnya
ilmu dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok saja, yaitu ilmu yang
mengkaji/menelaah alam dan ilmu yang menelaah manusia, sementara variasi
penamaannya tergantung pada objek formal dari ilmu itu sendiri.
C. Penjelasan
Ilmiah (Scientific Explanation)
Sesuai dengan fungsinya untuk memberikan penjelasan tentang berbagai
gejala, baik itu gejala alam maupun gejala sosial, maka ilmu mempunyai peranan
penting dalam memberikan pemahaman tentang berbagai gejala tersebut. Semua
orang punya kecenderungan untuk mencoba menjelaskan sesuatu gejala, namun tidak
semua penjelasan tersebut merupakan penjelasan ilmiah (scientific explanation), mengingat penjelasan ilmiah (penjelasan yang mengacu pada ilmu).
Di kalangan ilmuwan terdapat sedikit perbedaan pendapat mengenai
masalah apakah sebenarnya yang hendak dicapai oleh ilmu-ilmu empirik. Yang
hendak dicapainya adalah menetapkan, menggambarkan serta akhirnya menjelaskan
atau menafsirkan gejala-gejala tertentu dalam pengalaman yang diselidikinya.
Sebuah penjelasan ilmiah memberikan penjelasan atas pertanyaan, mengapa
sesuatu hal terjadi atau berlangsung seperti yang terjadi atau berlangsung,
atau seperti yang pernah terjadi, pernah berlangsung. Jawaban semacam itu kita
sebut ilmiah karena dapat dipertanggungjawabkan secara teoritik serta didukung
oleh penyelidikan.
Ilmiah merupakan suatu kualifikasi positif. Ilmiah berarti bahwa
jawaban-jawaban yang bersifat demikian itu memberikan kesan yang mendalam
bahkan jawaban-jawaban tersebut dapat dipercaya serta mempunyai dasar yang
kokoh, karena tidak bersifat sertamerta dan untung-untungan, melainkan merupakan
hasil cara-cara kerja yang bersifat sistematik. Ilmu empirik tidaklah
memberikan keputusan bahwa sesuatu hal berlaku sekali dan untuk selamanya, dan
tidak dapat diragukan lagi, hasil-hasil kegiatannya bersifat sementara tidak
hanya dalam arti masih dapat dilengkapi, melainkan juga dalam arti masih dapat
diperbaiki dan bahkan masih dapat ditumbangkan.
Dapatlah dikatakan bahwa pemberian penjelasan merupakan penjelasan yang
tertinggi yang hendak dicapai oleh imu-ilmu empirik. Hal ini merupakan
jangkauan yang lebih jauh dibandingkan dengan deskripsi serta konstatasi mengenai
apa yang terjadi serta bagaimana sesuatu terjadi. Seorang ilmuan harus
pertama-tama menetapkan bagi dirinya sendiri mengenai apakah yang ingin
diketahuinya.pada umumnya yang demikian ini menyangkut lingkungan objek yang
ditangani oleh profesinya.
Maka dari itu penjelasan ilmiah adalah penjelasan pernyataan-pernyataan
mengenai masing-masing karakteristik sesuatu serta hubungan-hubungan yang
terdapat diantara karakteristik tersebut, yang diperoleh melalui cara
sistematis, logis, dapat dipertanggung jawabkan, serta terbuka/dapat diuji
kebenarannya. Dengan demikian penjelasan ilmiah merupakan penjelasan yang
merujuk pada suatu kerangka ilmu, baik itu teori maupun fakta yang sudah
mengalami proses induksi. Berikut adalah jenis penjelasan ilmiah:
1.
Genetic explanation.
Yaitu penjelasan tentang sesuatu gejala dengan cara melacak sesuatu tersebut
dari awalnya atau asalnya.
2.
Intentional
explanation. Yaitu penjelasan tentang sesuatu gejala dengan melihat hal-hal
yang mendasarinya atau yang menjadi tujuannya.
3.
Dispositional
explanation. Yaitu penjelasan tentang suatu gejala dengan melihat karakteristik
atau sifat dari gejala tersebut.
4.
Reasoning explanation
(explanation through reason). Yaitu penjelasan yang dihubungkan dengan alasan mengapa sesuatu
itu terjadi atau sesuatu itu dilakukan.
5.
Functional
explanation. Yaitu penjelasan dengan
melihat suatu gejala dalam konteks keseluruhan dari suatu sistem atau gejala
yang lebih luas.
6.
Explanation through
empirical generalization. Yaitu penjelasan yang dibuat dengan cara menyimpulkan
hubungan antara sejumlah gejala.
7.
Explanation through
formal theory. Yaitu penjelasan yang menekankan pada adanya aturan , hukum atau
prinsip yang umumnyerbentuk melalui deduksi.
D. Sikap
Ilmiah
Sikap ilmiah
adalah suatu pandangan seseorang terhadap cara berfikir yang sesuai dengan
metode keilmuan, sehingga timbullah kecenderungan untuk menerima ataupun
menolak terhadap cara berpikir yang sesuai dengan keilmuan tersebut. Seorang ilmuan harus
memiliki sikap yang positif, atau kecenderungan untuk menerima cara berpikir
yang sesuai dengan metode keilmuan, yang dimanifestasikan di dalam kognisinya,
emosi atau perasaannya, serta di dalam perilakunya.
Ada beberapa
sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh seorang ilmuan seperti yang dikemukakan
oleh Prof. Drs. Harsojo sebagai berikut:
1.
Obyektifitas
Artinya ia
berpikir harus sesuai dengan obyeknya, dengan peristiwa, atau benda-benda yang
memang ia pelajari, yang ia selidiki. Tidak keluar dari apa yang ada pada obyek
yang ia pelajari. Seorang ilmuan berpikir obyektif, akan menjauhkan penilaian
yang subyektif yang dipengaruhi nilai-nilai kedirian, keinginan,
harapan-harapan, serta dorongan-dorongan pribadinya.
2. Sikap serba relatif
Sikap relatif
merupakan suatu keharusan dalam ilmu, karena ilmu hanya berhubungan dengan
dunia fenomena yang penuh dengan perubahan, selalu mengalami perkembangan. Ilmu
tidak mencoba mencari sesuatu yang mutlak. Yang mutlak bukan lapangan ilmu, itu
dipelajari pada filsafat yang pada akhirnya akan bermuara kepada agama. Hal ini
tidak berarti bahwa ilmu harus dipisahkan dari filsafat apalagi dari agama.
Dalam ilmu
tidak mengenal kemutlakan, dalam arti apa yang dihasilkan ilmu sekarang, dapat
digugurkan oleh hasil penemuan-penemuan barunya. Apalagi dalam ilmu-ilmu sosial
sangat rawan kalau kita sampai kepada pengertian mutlak. Suatu hasil penelitian
dapat diterapkan di Jawa Barat, namun belum tentu dapat diterapkan di Sulawesi,
apalagi luar Indonesia.
3. Sikap
skeptif
Sikap
skeptif artinya memiliki pandangan yang ragu-ragu terhadap suatu ide. Menurut
Rene Descartes keraguan itu tidak hanya kepada masalah-masalah yang belum cukup
kuat dasar pembuktiannya, bahkan kepada ide atau yang telah kita milikipun
harus ragu-ragu. Maka karena itu seorang ilmuwan berhubungan dengan sikap
skeptif ini, dia harus hati-hati dan teliti dalam mengambil suatu keputusan
akhir, dalam memberikan pernyataan dan penilaian ilmiah.
Dengan
keraguan ini biasanya seorang ilmuwan akan lebih bersikap kritis terhadap
sesuatu atau peristiwa, tidak akan mudah untuk mengikatkan dengan suatu paham
atau politik tertentu.
4. Kesabaran
intelektual
Suatu
penelitian ilmiah memerlukan kesabaran untuk mengumumkan hasilnya tidak
tergesa-gesa. Bekerja dalam ilmu harus sistematis, teliti dan tekun. Hal ini
jangan ada suatu kesimpulan yang kontroversi sebagai contoh misalnya, para ahli
lemari es dengan hasil eksperimennya yang begitu lama dan teliti, menghasilkan
tabung yang berisi freon, yang menurut sifatnya refrigeran freon yang
beredar dipasaran (dalam lemari es) tidak beracun, tidak korosif, tidak
iritasi, dan tidak terbakar dalam semua keadaan penggunaan (Laporan
laboratorium teknik kondisi lingkungan fisika hidup ITB). Namun kita dikejutkan
dengan suatu laporan ilmiah juga (karena hasil penelitian laboratorium) bahwa
suatu ledakan yang menghancurkan lima bangunan rumah dan menewaskan enam
manusia berasal dari tabung freon lemari es yang terbakar. Apakah ini
suatu penelitian yang tidak seksama, atau keputusan yang dipengaruhi
emosi-emosi.
Peristiwa
diatas harus kita kembalikan bahwa tidak ada yang mutlak dalam ilmu, jadi
relatif, maka ilmuwan harus terbuka untuk mengadakan penelitian kembali apakah
betul freon bisa meledak atau tidak.
Dan disinilah dibutuhkan suatu kesabaran intelektual.
5.
Kesederhanaan
Kesederhanaan
merupakan sikap ilmiah, artinya sederhana dalam cara berpikir, dalam cara
menyatakan, dalam cara pembuktian. Bahasa yang dipergunakan harus jernih, jelas
dan terang, tidak menggambarkan emosional peneliti yang akhirnya dapat
mengaburkan hasil penelitiannya sendiri.
6. Sikap tidak
memihak kepada etik
Etika
berbeda dengan psikologi, antropologi, dan sosiologi. Ilmu tidak mengadakan
penilaian tentang baik dan buruknya sesuatu yang diteliti. Ilmu hanya
mengajukan deskripsi benar atau salah secara relatif. Namun pada akhirnya kalau
sampai kepada penggunaan hasil ilmu tadi tetap akan berhubungan dengan etika
tertentu. Misalnya seorang ahli fisika nuklir, sewaktu membuat bom nuklir tidak
dipengaruhi oleh nilai etika tertentu, semata-mata dibina oleh pengetahuan
teknis dalam ilmu fisika. Dia tidak akan berhasil membuat bon atom seandainya
dia memperhitungkan niulai-nilai politik, nilai religi, perhitungan psikologis,
sosiologis dan sebagainya. Namun pada akhirnya kalau ditanyakan bagaimana
penggunaan bom atom itu, ia diharuskan mengambil sikap yang mengandung
penilaian etik atau religi.
Dengen demikian beberapa pokok yang
menjadi ciri sikap ilmiah yaitu : objektif, terbuka, rajin, sabar, tidak
sombong, dan tidak memutlakan suatu kebenaran ilmiah. Ini berarti bahwa ilmuwan
dan para pencari ilmu perlu terus memupuk sikap tersebut dalam berhadapan
dengan ilmu, karena selalu terjadi kemungkinan bahwa apa yang sudah dianggap
benar hari ini seperti suatu teori, mungkin saja pada suatu waktu akan
digantikan oleh teori lain yang mempunyai atau menunjukan kebenaran baru.
BAB III
KESIMPULAN
Objek adalah wilayah garap suatu
ilmu. Objek pokok filsafat ilmu meliputi objek material dan objek formal. Objek
material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi).
Sedangkan objek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas objek material.
Pembagian ilmu dikemukakan oleh berbagai tokoh dan sudut pandang hal ini
karena pengetahuan manusia terus berkembang sehingga memungkinkan tumbuhnya
ilmu-ilmu baru, sehingga pengelompokan ilmu pun akan terus bertambah seiring
dengan perkembangan tersebut.
Penjelasan
ilmiah adalah penjelasan pernyataan-pernyataan mengenai masing-masing karakteristik
sesuatu serta hubungan-hubungan yang terdapat diantara karakteristik tersebut,
yang diperoleh melalui cara sistematis, logis, dapat dipertanggung jawabkan,
serta terbuka/dapat diuji kebenarannya.
Beberapa pokok yang menjadi
ciri sikap ilmiah yaitu : objektif, terbuka, rajin, sabar, tidak sombong, dan
tidak memutlakan suatu kebenaran ilmiah. Ini berarti bahwa ilmuwan dan para
pencari ilmu perlu terus memupuk sikap tersebut dalam berhadapan dengan ilmu,
karena selalu terjadi kemungkinan bahwa apa yang sudah dianggap benar hari ini
seperti suatu teori, mungkin saja pada suatu waktu akan digantikan oleh teori
lain yang mempunyai atau menunjukan kebenaran baru.
DAFTAR PUSTAKA
Beerling,dkk. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, diterjemahkan
oleh: Soejono Soemargono. Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya
Salam,Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta:
PT.Bumi Aksara
Salam,Burhanudin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta:
PT.Asdi Mahasatya
Buku Modul Kuliah “Pengantar Filsafat Ilmu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar