Senin, 15 Januari 2018

MODERNISASI PERADABAN ISLAM DI TURKI

MODERNISASI PERADABAN ISLAM DI TURKI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu : Muis Sad Iman, M.Ag.




BAB I

PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang


Dalam kaca mata Barat, hampir semua negara Muslim seringkali dilihat sebagai negara modern yang belum berhasil. Deretan fakta tentang kekurangan mereka misalnya dalam mengatur hubungan pemerintahan dengan rakyat yang dipimpinnya dan manajemen dalam mengatur kekuasaannya. Sehingga kediktatoran, nepotisme, korupsi, kolusi, dan rendahnya penerapan hak asasi manusia menjadi catatan “pinggir” dari Dunia Barat untuk negara-negara Muslim. Singkat kata, negara-negara Muslim bagi sebagian masyarakat Barat mempunyai reputasi yang kurang baik dalam reputasi sejarahnya sebagai negara modern. Padahal Dunia Barat sendiri dalam praktik kesehariannya bisa jadi tidak lebih baik, termasuk negara-negara modern di Timur seperti Jepang, Korea dan sebagainya. Yang jelas dalam praktiknya, penerapan sitem kenegaraan modern terutama dalam menerapkan praktik demokrasi sangat tergantung pada siapa yang sedang berkuasa.
Kendati demikian, sampai saat ini masih tercatat sejumlah negara Muslim yang masih tetap bertahan di jalur demokrasi, dalam upaya menegakkan sebuah tatanan masyarakat yang beradab. Negara-negara tersebut - untuk sekadar menyebut beberapa nama - adalah Mesir, Iran, Pakistan, Bangladesh dan Turki. Dalam hal ini Turki berupaya dalam menerapkan praktik kemodernan. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya sebagai sebuah negara yang ingin disebut modern, Turki pernah dan berusaha untuk secara total mengubah “wajahnya” menjadi sama sekali seperti Barat. Dan yang demikian itu merupakan salah satu fenomena yang sangat menonjol dalam sejarah modern, mengingat kurang lebih 99 % dari rakyat Turki adalah Muslim.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana Turki menjelang modernisasi ?
2.      Bagaimana Turki di bawah Kemal Ataturk ?
3.      Bagaimana Turki pasca Kemalis ?

BAB II

PEMBAHASAN


A.     Turki Menjelang Modernisasi


Turki adalah bekas jantung tempat salah satukekhalifahan terbesar Islam, yakni Turki Utsmani. Oleh karena itu, keterikatan bangsa Turki terhadap Islam berlangsung sangat kuat sebab mereka adalah bangsa terkemuka di Dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini merupakan suatu indikasi tentang betapa pentingnya Islam dalam kehidupan nasional rakyat Turki. Secara politis, setiap orang yang bertempat tinggal di Turki adalah orang Turki, tetapi secara kebudayaan, orang Turki adalah hanya orang Muslim.
Bangsa Turki adalah orang-orang yang keras dan bermartabat dengan suatu persepsi mengenai diri mereka sendiri sebagai masyarakat terhormat dan unggul. Dengan demikian, Turki adalah sebuah identitas kebangsaan yang membanggakan warganya. Contoh paling ekspresif mengenai hal ini ditunjukkan oleh Ziya Gokalp (1876 – 1924) dalam salah satu pernyataannya yang menyatakan , “I am a Turk, my religion and may race are noble”. Dalam ungkapan yang jauh lebih fanatik dan angkuh, Mustafa Kemal menyatakan , “Saya adalah Turki. Merongrong saya sama dengan menghancurkan Turki.”
Kelahiran Republik Turki yang diproklamasikan oleh Mustafa Kemal pada 29 Oktober 1923 merupakan metamorfosis dari imperium Utsmaniyah yang lain sama sekali. Keputusan Mustafa Kemal untuk membentuk Turki sebagai sebuah negara sekular modern didasarkan kepada kekecewaannya yang amat mendalam terhadap sistem kekhalifahan sebelumnya. Kedongkolan Mustafa Kemal kepada sistem kekhalifahan ini mencapai puncaknya ketika pada 3 Maret 1924 ia membubarkan institusi yang telah ada semenjak masa Sahabat Abu Bakar itu.
Dalam pandangan Mustafa Kemal, kekhalifahan Utsmaniyah adalah struktur gila yang didasarkan atas sendi-sendi keagamaan yang rapuh. Menurut Kemal sisa-sisa Dinasti Utsman harus lenyap. Pengaturan dan pengadilan agama kuno harus segera digantikan dengan hukum perdata yang modern dan ilmiah. Oleh karena itu, dalam pengamatan Mustafa Kemal, sekolah-sekolah agama juga mutlak harus diserahkan kepada sekolah-sekolah  pemerintahan sekular. Singkat kata, dalam pandangan Kemal, negara dan agama harus dipisahkan.
Pada awal-awal didirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal berpendapat bahwa pemerintah nasional haruslah didasarkan kepada prinsip pokok populisme (kerakyatan). Ini berarti, kedaulatan dan semua kekuatan administrasi harus langsung diberikan kepada rakyat. Konsekuensi logis dari prinsip ini adalah hapusnya sistem kekhalifahan.
Abdul Majid, sebagai khalifah terakhir waktu itu, berusaha keras untuk mempertahankan sistem kekhalifahan ini. Usaha yang dilakukan oleh Khalifah Abdul Majid - dalam batas-batas tertentu - menampakkan hasil. Misalnya ditandai dengan tetap diberlakukannya sistem kekhalifahan, meski hanya merupakan jabatan spiritual saja tanpa mempunyai kekuasaan politik. Meski pada akhirnya, gong kematian sistem kekhalifahan ditabuh juga dengan keluarnya undang-undang yang disetujui  Dewan Nasional Agung Turki pada 3 Maret 1924. Undang-undang itu berisi penghapusan kekhalifahan, menurunkan khalifah dan mengasingkannya bersama-sama keluarganya, menghapus kementerian syariah dan wakaf dan menyatukan sistem pendidikan di bawah kementerian pendidikan.
Dalam pandangan Mustafa Kemal, Islam dan kekhalifahan Utsmaniyah dianggap paling baik sebagai bagian sejarah yang mati dan terkubur, yang terburuk sebagai penghalang kemajuan modern yang memalukan secara budaya. Ataturk menggambarkan Kesultanan Utsmaniyah sebagai pezina dan pemabuk.
Orang-orang Islam Turki waktu itu, di mata Mustafa Kemal Ataturk adalah yobaz, terbelakang dan fanatik. Pendek kata, masyarakat Turki yang hampir seluruhnya Muslim itu, bagi Mustafa Kemal adalah masyarakat yang terbelakang dalam segala sektor kehidupan.
Mayoritas rakyat Turki saat itu mendapat pendidikan di madrasah-madrasah dengan sistem pengajaran yang kaku dan kolot. Mereka malas dan sangat fanatik. Masyarakat Turki dalam pandangan Wakf Ikhlas adalah kukuh mempertahankan sesuatu yang mereka sendiri tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk membangkitkan rakyat Turki adalah dengan melakukan reformasi berupa modernisasi. Yakni suatu upaya untuk mengubah wajah Turki secara total dengan menerapkan nilai-nilai modern yang progresif dan meninggalkan segala hal yang dipandang kaku, kolot, tradisional dan berbau Utsmaniyah. Hanya denga jalan itu, Turki akan menjadi bangsa yang kompak, makmur, modern dan dihormati bangsa-bangsa yang lain. Mustafa Kemal merasa amat yakin atas kemampuannya unyuk mengemban tugas itu.
Tujuan akhir yang diajukan Mustafa Kemal dengan reformasi berupa westernisasi itu adalah membawa Turki berbaris bersama-sama dengan peradaban Barat, bahkan akan berusaha mencuri satu langkah mendahului peradaban Barat itu. Atau, dengan menggunakan ungkapan yang digunakan Mustafa Kemal, “Kita (bangsa Turki) harus bergerak bersama zaman”.

B.     Turki di Bawah Kemal Ataturk


Turki memang nyaris tidak bisa dipisahkan dengan nama Mustafa Kemal. Ialah yang memproklamasikan Turki sebagai sebuah negara modern. Mustafa Kemal adalah Bapak Rakyat Turki, dan terkenal dengan julukan Ataturk. Ia juga penyelamat bangsanya dari kehancuran total. Ia juga mendapat julukan Ghazi.
Mustafa Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah diu Salanika. Ayahnya, Ali Reza, adalah juru tulis rendahan yang sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan cara meneggak racun. Sementara ibunya Zubaedah, adalah seorang wanita saleh.
Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu memberontak terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia, misalnya secara brutal menentang peraturan apa pun, dan tanpa malu-malu ia memaki-maki gurunya. Mustafa kecil juga terkenal arogan dalam bergaul. Ia tidak mau sembarang dalam memilih kawan. Di saat-saat seperti itu, salah seorang gurunya – akibat jengkel yang tidak tertanggungkan – menampar Mustafa kecil. Mustafa lari daan memutuskan untuk tidak masuk sekolah lagi.
Orang tuanya kemudian mengirim Mustafa ke sekolah militer. Rupanya, di sini ia menemukan dirinya. Dengan cepat kariernya melonjak. Guru-gurunya di sekolah militer memberi namanya Kemal, yang berarti kesempurnaan. Berkat ketajaman otak dan kekuatan pribadinya, ia dengan cepat mempunyai pengaruh politik yang kuat, sampai kemudian waktu membawanya menjadi orang nomor satu di Turki.
Sebagai seorang jenius militer, ia memimpin bangsanya seperti layaknya memimpin pasukan, mengeluarkan berbagai perintah untuk menciptakan sebuah negara Barat modern. Impiannya adalah bagaimana Turki bisa menjelma menjadi sebuah negara kuat, modern dan dihormati. Menurut Mustafa Kemal, satu-satunya jalan untuk mewujudkan ideasi demikian adalah dengan jalan melakukan sekularisasi, yang pada praktiknya adalah dengan melakukan westernisasi (pembaratan). Bagi Mustafa Kemal, kemajuan Turki hanya bisa diraih dengan penerimaan Barat secara total.
Berikut adalah jumlah upaya pembaruan yang dilakukan Mustafa Kemal. Rangkaian kebijakan pembaruan Mustafa Kemal ini dikenal sebagai Kemalisme, dengan prinsip-prinsip fundamental meliputi :
1.      Republikanisme;
2.      Nasionalisme;
3.      Populisme;
4.      Etatisme;
5.      Sekularisme;
6.      Revolusionarisme.
Dalam lapangan agama dan kebudayaan, Mustafa Kemal membuat sejumlah kebijakan yang sama sekali baru. Pada 28 Juni 1928, ia misalnya memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar ke dalam masjid, orang shalat dengan memakai sepatunya, menggunakan bahasa Turki dalam shalat, dan untuk membuat shalat di masjid itu indah, mudah untuk mendapat inspirasi serta memiliki nilai spiritual, maka masjid perlu melatih para musikus dan alat-alat musik. Kebutuhan ini penting bagi kaum modern dengan meletakkan alat musik Barat yang suci ke dalam masjid.
Di samping itu, Mustafa Kemal juga membuat sejumlah kebijakan yang intinya adalah berupaya meningkatkan masyarakat Turki kepada satu tingkat peradaban kontemporer dan untuk memelihara karakter sekular Republik Turki. Di antara kebijakan itu adalah :
1.      Undang-undang tentang unfikasi dan sekularisasi pendidikan, tanggal 3 Maret 1924;
2.      Undang-undang tentang kopiyah, tanggal 25 November 1925;
3.      Undang-undang tentang pemberhentian petugas jamaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman, tanggal 30 November 1925;
4.      Peraturan sipil tentang perkawinan, tanggal 17 Februari 1926;
5.      Undang-undang penggunaan huruf latin untuk abjad Turki dan penghapusan tulisan Arab, tanggal 1 November 1928; dan
6.      Undang-undang tentang larangan menggunakan pakaian asli, tanggal 13 Desember 1934.
Dengan melihat sejumlah kebijakan pembaruan tadi, dapatkah Mustafa Kemal dikategorikan sebagai seorang anti Islam ? Menurut Komarudin Hidayat, pada dasarnya para tokoh gerakan modernisasi  dan westernalisasi di Turki – khususnya Mustafa Kemal – bukanlah orang yang anti Islam, melainkan mereka yang ingin mengadakan rasionalisasi agama agar agama menjadi kekuatan penopang bagi kemajuan Turki. Misalnya, Mustafa Kemal menyatakan bahwa penggunaan bahas Turki dalam ibadah-ibadah adalah agar mereka tahu dan mengerti apa yang mereka lakukan.
Sungguhpun demikian, sejumlah kebijakan yang diambil Mustafa Kemal – yang boleh dikatakan sangat frontal dan radikal itu – telah mengundang sejumlah reaksi. Reaksi yang paling keras ditunjukkan oleh kalangan Islam konservatif. Salah satunya adalah dengan meletusnya pemberontakan Kurdi yang dipimpin oleh Syaikh Said yang menentang tindakan-tindakan radikal yang dilakukan oleh rezim Kemal.
Akibat-akibat agamis dari reformasi Kemalis selalu menjadi bahan perdebatan yang bahkan terus berlangsung hingga saat ini. Reformasi-reformasi yang dilakukan rezim Kemalis sudah barang tentu merugikan Islam. Jurang yang ada antara golongan sekularis dengan golongan konservatif yang ada sebelum Republik Turki terbentuk makin lebar, padahal sebagian besar dari rakyat Turki adalah golongan Muslim Konservatif.
Reformasi-reformasi sekular sebenarnya memainkan peranan penting dalam kebangkitan Islam kembali di Turki. Sistem pendidikan yang dipaksakan rezim Kemalis ternyata berperan besar dalam melahirkan sejumlah intelektual dari golongan santri. Sekalipun tempat terjadi pemberontakan Kurdi, tetapi pada umumnya kegiatan agama tidak begitu terpengaruh oleh reformasi-reformasi sekular. Erwin Rosenthal menyatakan bahwa betapapun  Islam dieliminasi dari kehidupan publik, tetapi hal itu tidak pernah bisa menggoyahkan akar Islam yang sudah terpatri kukuh di dalam hati rakyat Turki.
Para petani yang hidup di pedesaan yang merupakan lebih dari tiga perempat dari seluruh penduduk Turki tetap merupakan orang-orang Muslim yang saleh. Pengaruh Islam juga menonjol pada buruh dan pedagang-pedagang kecil. Tarekat, sufi, sekalipun dilarang oleh pemerintah, tetap aktif di bawah tanah. Bahkan di kalangan terpelajar di kota-kota besar, pengaruh sekularisasi besar-besaran yang dilancarkan oleh rezim Kemal hanya menjadi kepercayaan resmi dari Partai Republik Rakyat yang didirikan Mustafa Kemal Ataturk.




C.     Turki Pasca-Kemalis


Secara politis, negara Turki mempunyai pandangan bahwa mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban Barat. Sedangkan secara loyalitas kultural, rakyat Turki terus mempertahankan identifikasi mereka dengan Islam. Walaupun Turki dinyatakan sebagai negara sekular, Islam tetap berakar kuat pada masyarakat Turki.
Sepeninggal Kemal Ataturk, Ismet Inano diangkat menjadi Presiden. Sejak itu, kajian Islam mulai semarak kembali. Setelah Perang Dunia II usai, pemerintah satu partai berakhir (ditandai dengan lahirnya Partai Demokrat). Kegiatan keagamaan tampak di mana-mana. Akhirnya hal ini menjadi pendapat umum masyarakat yang menghendaki agar pelajaran agama dimasukkan kembali dalam kurikulum di sekolah.
Perkembangan ini membawa sikap toleran terhadap agama, dan rakyat mulai menyuarakan pandangan-pandangan agama mereka secara lebih bebas. Pada 1950, untuk pertama kalinya Partai Demokrat memperoleh kemenangan dalam pemilu. Sejak itu pula, upaya-upaya untuk merehabilitasi keadaan dilakukan, misalnya dengan mengembalikan adzan dengan memakai bahasa Arab, dan memperluas direktorat agama. Jelasnya, kebijakan-kebijakan dari Partai Demokrat menjadi pemicu bagi tumbuh suburnya  kehidupan keagamaan di kalangan di kalangan rakyat Turki.
Setelah kembali memenangkan pemilu, Partai Demokrat rupanya terkena penyakit yang diderita oleh rezim sebelumnya – Partai Republik Rakyat – yaitu otoriter dan tirani, sampai kemudian terjadi perebutan kekuasaan oleh militer pada 27 Mei 1960. Pada 1967, pemerintah militer membentuk Dewan Konstituante yang menyusun konstitusi baru. Pada Juli 1961, konstitusi baru tersebut hanya terdiri dari prinsip-prinsip republikanisme, nasionalisme, sekularisme, dan revolusionisme.









BAB III

KESIMPULAN


Dari hasil makalah yang berjudul Modernisasi Peradaban Islam di Turki dapat disimpulkan bahwa salah satu pelajaran besar yang amat berharga bagi Dunia Islam pada umumnya adalah bahwa Turki telah melakukan suatu eksperimen sejarah, dengan secara terang-terangan menyatakan sebagai negara sekular serta mengambil Barat sebagai model.
Republik Turki yang hampir seluruhnya Muslim itu, senantiasa memadukan antara ke-Islaman dan ke-Turkian sebagai identitas diri setiap orang Turki.
Secara sosiologis, apa yang dialami Turki – menempatkan agama semata sebagai urusan pribadi an-sich – akan dilalui juga oleh masyarakat Muslim lainnya ketika mereka hendak memasuki gerbang modernisasi. Hal ini sebagai ratio logis dari tuntutan etis terjadinya depolitisasi dan deideologisasi agama.
Satu hal yang bisa dilihat dari eksperimen sejarah yang dilakukan Turki adalah bahwa konsep sekularisme Barat tidak akan pernah bisa tumbuh ketika ditabur dalam masyarakat Muslim.
















DAFTAR PUSTAKA



Thohir, Ajid. 2009. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, Dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Tentang, Aku, Kau dan Ilmu

بسم الله الرحمن الرحيم   Syarat-syarat mencari ilmu اَلاَ لاَتَنَالُ الْعِلْمَ اِلاَّ بِسِتَّةٍ # سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِب...

Popular