Kamis, 11 Januari 2018

SIKAP ILMIAH

SIKAP ILMIAH

Sikap ilmiah adalah suatu pandangan seseorang terhadap cara berfikir yang sesuai dengan metode keilmuan, sehingga timbullah kecenderungan untuk menerima ataupun menolak terhadap cara berpikir yang sesuai dengan  keilmuan tersebut. Seorang ilmuan harus memiliki sikap yang positif, atau kecenderungan untuk menerima cara berpikir yang sesuai dengan metode keilmuan, yang dimanifestasikan di dalam kognisinya, emosi atau perasaannya, serta di dalam perilakunya.
Ada beberapa sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh seorang ilmuan seperti yang dikemukakan oleh Prof. Drs. Harsojo sebagai berikut:
1.    Obyektifitas
Artinya ia berpikir harus sesuai dengan obyeknya, dengan peristiwa, atau benda-benda yang memang ia pelajari, yang ia selidiki. Tidak keluar dari apa yang ada pada obyek yang ia pelajari. Seorang ilmuan berpikir obyektif, akan menjauhkan penilaian yang subyektif yang dipengaruhi nilai-nilai kedirian, keinginan, harapan-harapan, serta dorongan-dorongan pribadinya.
2. Sikap serba relatif
Sikap relatif merupakan suatu keharusan dalam ilmu, karena ilmu hanya berhubungan dengan dunia fenomena yang penuh dengan perubahan, selalu mengalami perkembangan. Ilmu tidak mencoba mencari sesuatu yang mutlak. Yang mutlak bukan lapangan ilmu, itu dipelajari pada filsafat yang pada akhirnya akan bermuara kepada agama. Hal ini tidak berarti bahwa ilmu harus dipisahkan dari filsafat apalagi dari agama.
Dalam ilmu tidak mengenal kemutlakan, dalam arti apa yang dihasilkan ilmu sekarang, dapat digugurkan oleh hasil penemuan-penemuan barunya. Apalagi dalam ilmu-ilmu sosial sangat rawan kalau kita sampai kepada pengertian mutlak. Suatu hasil penelitian dapat diterapkan di Jawa Barat, namun belum tentu dapat diterapkan di Sulawesi, apalagi luar Indonesia.
3. Sikap skeptif
Sikap skeptif artinya memiliki pandangan yang ragu-ragu terhadap suatu ide. Menurut Rene Descartes keraguan itu tidak hanya kepada masalah-masalah yang belum cukup kuat dasar pembuktiannya, bahkan kepada ide atau yang telah kita milikipun harus ragu-ragu. Maka karena itu seorang ilmuwan berhubungan dengan sikap skeptif ini, dia harus hati-hati dan teliti dalam mengambil suatu keputusan akhir, dalam memberikan pernyataan dan penilaian ilmiah.
Dengan keraguan ini biasanya seorang ilmuwan akan lebih bersikap kritis terhadap sesuatu atau peristiwa, tidak akan mudah untuk mengikatkan dengan suatu paham atau politik tertentu.
4. Kesabaran intelektual
Suatu penelitian ilmiah memerlukan kesabaran untuk mengumumkan hasilnya tidak tergesa-gesa. Bekerja dalam ilmu harus sistematis, teliti dan tekun. Hal ini jangan ada suatu kesimpulan yang kontroversi sebagai contoh misalnya, para ahli lemari es dengan hasil eksperimennya yang begitu lama dan teliti, menghasilkan tabung yang berisi freon, yang menurut sifatnya refrigeran freon yang beredar dipasaran (dalam lemari es) tidak beracun, tidak korosif, tidak iritasi, dan tidak terbakar dalam semua keadaan penggunaan (Laporan laboratorium teknik kondisi lingkungan fisika hidup ITB). Namun kita dikejutkan dengan suatu laporan ilmiah juga (karena hasil penelitian laboratorium) bahwa suatu ledakan yang menghancurkan lima bangunan rumah dan menewaskan enam manusia berasal dari tabung freon lemari es yang terbakar. Apakah ini suatu penelitian yang tidak seksama, atau keputusan yang dipengaruhi emosi-emosi.
Peristiwa diatas harus kita kembalikan bahwa tidak ada yang mutlak dalam ilmu, jadi relatif, maka ilmuwan harus terbuka untuk mengadakan penelitian kembali apakah betul freon bisa meledak atau tidak.  Dan disinilah dibutuhkan suatu kesabaran intelektual.
5. Kesederhanaan
Kesederhanaan merupakan sikap ilmiah, artinya sederhana dalam cara berpikir, dalam cara menyatakan, dalam cara pembuktian. Bahasa yang dipergunakan harus jernih, jelas dan terang, tidak menggambarkan emosional peneliti yang akhirnya dapat mengaburkan hasil penelitiannya sendiri.
6. Sikap tidak memihak kepada etik

Etika berbeda dengan psikologi, antropologi, dan sosiologi. Ilmu tidak mengadakan penilaian tentang baik dan buruknya sesuatu yang diteliti. Ilmu hanya mengajukan deskripsi benar atau salah secara relatif. Namun pada akhirnya kalau sampai kepada penggunaan hasil ilmu tadi tetap akan berhubungan dengan etika tertentu. Misalnya seorang ahli fisika nuklir, sewaktu membuat bom nuklir tidak dipengaruhi oleh nilai etika tertentu, semata-mata dibina oleh pengetahuan teknis dalam ilmu fisika. Dia tidak akan berhasil membuat bon atom seandainya dia memperhitungkan niulai-nilai politik, nilai religi, perhitungan psikologis, sosiologis dan sebagainya. Namun pada akhirnya kalau ditanyakan bagaimana penggunaan bom atom itu, ia diharuskan mengambil sikap yang mengandung penilaian etik atau religi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Tentang, Aku, Kau dan Ilmu

بسم الله الرحمن الرحيم   Syarat-syarat mencari ilmu اَلاَ لاَتَنَالُ الْعِلْمَ اِلاَّ بِسِتَّةٍ # سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِب...

Popular