SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah adalah suatu
pandangan seseorang terhadap cara berfikir yang sesuai dengan metode keilmuan,
sehingga timbullah kecenderungan untuk menerima ataupun menolak terhadap cara
berpikir yang sesuai dengan keilmuan
tersebut. Seorang ilmuan harus memiliki sikap yang positif, atau kecenderungan
untuk menerima cara berpikir yang sesuai dengan metode keilmuan, yang
dimanifestasikan di dalam kognisinya, emosi atau perasaannya, serta di dalam
perilakunya.
Ada beberapa sikap ilmiah yang
perlu dimiliki oleh seorang ilmuan seperti yang dikemukakan oleh Prof. Drs.
Harsojo sebagai berikut:
1.
Obyektifitas
Artinya ia berpikir harus sesuai dengan obyeknya, dengan peristiwa, atau
benda-benda yang memang ia pelajari, yang ia selidiki. Tidak keluar dari apa
yang ada pada obyek yang ia pelajari. Seorang ilmuan berpikir obyektif, akan
menjauhkan penilaian yang subyektif yang dipengaruhi nilai-nilai kedirian,
keinginan, harapan-harapan, serta dorongan-dorongan pribadinya.
2. Sikap serba relatif
Sikap relatif merupakan suatu keharusan dalam ilmu, karena ilmu hanya
berhubungan dengan dunia fenomena yang penuh dengan perubahan, selalu mengalami
perkembangan. Ilmu tidak mencoba mencari sesuatu yang mutlak. Yang mutlak bukan
lapangan ilmu, itu dipelajari pada filsafat yang pada akhirnya akan bermuara
kepada agama. Hal ini tidak berarti bahwa ilmu harus dipisahkan dari filsafat
apalagi dari agama.
Dalam ilmu tidak mengenal kemutlakan, dalam arti apa yang dihasilkan
ilmu sekarang, dapat digugurkan oleh hasil penemuan-penemuan barunya. Apalagi
dalam ilmu-ilmu sosial sangat rawan kalau kita sampai kepada pengertian mutlak.
Suatu hasil penelitian dapat diterapkan di Jawa Barat, namun belum tentu dapat
diterapkan di Sulawesi, apalagi luar Indonesia.
3. Sikap skeptif
Sikap skeptif artinya memiliki pandangan yang ragu-ragu terhadap suatu
ide. Menurut Rene Descartes keraguan itu tidak hanya kepada masalah-masalah
yang belum cukup kuat dasar pembuktiannya, bahkan kepada ide atau yang telah
kita milikipun harus ragu-ragu. Maka karena itu seorang ilmuwan berhubungan
dengan sikap skeptif ini, dia harus hati-hati dan teliti dalam mengambil suatu
keputusan akhir, dalam memberikan pernyataan dan penilaian ilmiah.
Dengan keraguan ini biasanya seorang ilmuwan akan lebih bersikap kritis
terhadap sesuatu atau peristiwa, tidak akan mudah untuk mengikatkan dengan
suatu paham atau politik tertentu.
4. Kesabaran intelektual
Suatu penelitian ilmiah memerlukan kesabaran untuk mengumumkan hasilnya
tidak tergesa-gesa. Bekerja dalam ilmu harus sistematis, teliti dan tekun. Hal
ini jangan ada suatu kesimpulan yang kontroversi sebagai contoh misalnya, para
ahli lemari es dengan hasil eksperimennya yang begitu lama dan teliti,
menghasilkan tabung yang berisi freon, yang menurut sifatnya refrigeran freon
yang beredar dipasaran (dalam lemari es) tidak beracun, tidak korosif,
tidak iritasi, dan tidak terbakar dalam semua keadaan penggunaan (Laporan
laboratorium teknik kondisi lingkungan fisika hidup ITB). Namun kita dikejutkan
dengan suatu laporan ilmiah juga (karena hasil penelitian laboratorium) bahwa
suatu ledakan yang menghancurkan lima bangunan rumah dan menewaskan enam
manusia berasal dari tabung freon lemari es yang terbakar. Apakah ini
suatu penelitian yang tidak seksama, atau keputusan yang dipengaruhi
emosi-emosi.
Peristiwa diatas harus kita kembalikan bahwa tidak ada yang mutlak dalam
ilmu, jadi relatif, maka ilmuwan harus terbuka untuk mengadakan penelitian
kembali apakah betul freon bisa meledak atau tidak. Dan disinilah dibutuhkan suatu kesabaran
intelektual.
5. Kesederhanaan
Kesederhanaan merupakan sikap ilmiah, artinya sederhana dalam cara
berpikir, dalam cara menyatakan, dalam cara pembuktian. Bahasa yang
dipergunakan harus jernih, jelas dan terang, tidak menggambarkan emosional
peneliti yang akhirnya dapat mengaburkan hasil penelitiannya sendiri.
6. Sikap tidak memihak kepada etik
Etika berbeda dengan psikologi, antropologi, dan sosiologi. Ilmu tidak
mengadakan penilaian tentang baik dan buruknya sesuatu yang diteliti. Ilmu
hanya mengajukan deskripsi benar atau salah secara relatif. Namun pada akhirnya
kalau sampai kepada penggunaan hasil ilmu tadi tetap akan berhubungan dengan
etika tertentu. Misalnya seorang ahli fisika nuklir, sewaktu membuat bom nuklir
tidak dipengaruhi oleh nilai etika tertentu, semata-mata dibina oleh
pengetahuan teknis dalam ilmu fisika. Dia tidak akan berhasil membuat bon atom
seandainya dia memperhitungkan niulai-nilai politik, nilai religi, perhitungan
psikologis, sosiologis dan sebagainya. Namun pada akhirnya kalau ditanyakan
bagaimana penggunaan bom atom itu, ia diharuskan mengambil sikap yang mengandung
penilaian etik atau religi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar